Mungkin banyak yang begitu down, atau begitu terpuruk ketika
ujian-Nya datang beruntun. Kadang, kita seperti tak punya kesempatan
untuk bernafas lebih panjang, menggenapkan energi yang kita punya, untuk
menghadapi berbagai terpaan itu. Kadang, terasa begitu berat, bahkan
ingin melarikan diri dari itu semua.
Tapi kemudian kita belajar,
bahwa hadirnya ujian, hadirnya terpaan yang begitu bertubi, sesungguhnya
adalah tempaan. Tempaan agar kita menjadi lebih tangguh. Ini juga
menyoal training kesabaran, yang mungkin terlalu mudah untuk digumamkan.
Yah, kita mungkin begitu mudah untuk mengatakan, “Sabar….sabar….”, tapi
pada kenyataannya, sabar itu tak semudah pengucapannya. Ia butuh
latihan. Ia butuh training. Dan ujian lah yang menjadi trainingnya.
Sesungguhnya, beruntunglah orang-orang yang Allah berikan ujian lebih
banyak. Sebab ia punya lebih banyak kesempatan untuk naik kelas. Naik ke
kelas yang lebih berkualitas. Bukankah jika kita hendak naik kelas,
kita harus melewati ujian terlebih dahulu? Dan bukankah, tinggi
rendahnya tingkatan kelas itu amat linear dengan tingkat kesulitan ujian
ia dihadapi? Tentu saja!
Dan yang jelas, Allah tidak akan
membiarkan kita mengatakan diri kita beriman, sebelum Allah memberikan
ujian-ujian untuk diri kita. Dan hanya orang beriman pulalah yang
baginya semua keadaan adalah kebaikan belaka. Jika itu menyenangkan, ia
bersyukur. Dan jika itu tidak mengenakkan, ia bersabar.
Sungguh,
jika kita memandang ujian sebagai suatu bentuk in process control, maka
insya Allah akan memberikan quality assurance atau jaminan kualitas diri
yang lebih mumpuni dari pada memilih untuk melarikan diri dari
ujian-ujian itu. Melarikan diri dari ujian-ujian, memiliki arti yang
sama dengan membuang kesempatan untuk naik kelas ke tingkat yang lebih
berkualitas. Selain itu, jikapun kita bisa melarikan diri dari ujian
itu, tetap saja akan berjumpa dengan ujian-ujian lain yang serupa atau
dengan tingkat yang sama, hingga kita berhasil lulus dari ujian itu.
Sungguh, Allah maha teliti dalam meletakkan beban ujian di pundak kita.
Jikalau ada alat ultra cangggih yang dapat mengukur kadar kemampuan
dalam memikul suatu ujian, tentulah skalanya hanyalah akan berada pada
batas nilai kesanggupan kita. Jadi, beruntunglah jika ujiannya lebih
berat, lebih bertubi, sebab, itu menjadi indikasi bahwa kita memiliki
kualitas tinggi untuk memikulnya. Sebab kita sangguplah, maka Allah
memilih kita untuk memikulnya. Jadi, kita memang tak punya alasan untuk
tidak menaklukkan setiap ujian-ujian yang dipikulkan di pundak kita.
Jika
pada hati kita sempat terlintas pikiran-pikiran, “Kenapa hanya saya
saja yang Allah beri ujian. Si A, si B dan si C, hidupnya tak seperti
saya. Mereka pun tak ada ujian-ujian yang memberatkan pundak mereka.
Tapi, mengapa saya harus menghadapi ini?”, maka cepat-cepatlah kita
melenyapkannya pikiran itu. Sesungguhnya beruntunglah! Beruntunglah
Allah memilih kita, sebab Allah telah meluluskan kita pada uji kelayakan
untuk memikulnya. Artinya, kita punya kadar kesanggupan untuk
melewatinya. Taklukkan ujian ini, dan Dia akan memberi kesempatan kepada
kita untuk meningkatkan kualitas diri.
Bersemangatlah!
Sebab, tiadalah yang Allah inginkan pada diri hamba-Nya, melainkan kebaikan belaka…sesulit apapun itu.
No comments:
Post a Comment