Lidah Tak Bertulang
Banyak orang merasa bangga dengan kemampuan
lisannya (lidah) yang begitu fasih berbicara. Bahkan tak sedikit orang
yang belajar khusus agar memiliki kemampuan bicara yang bagus. Lisan
memang karunia Allah yang demikian besar. Dan ia harus selalu disyukuri
dengan sebenar-benarnya. Caranya adalah dengan menggunakan lisan untuk
bicara yang baik atau diam. Bukan dengan mengumbar pembicaraan semau
sendiri.
Orang yang banyak bicara bila tidak diimbangi dengan
ilmu agama yang baik, akan banyak terjerumus ke dalam kesalahan. Karena
itu Allah dan Rasul-Nya memerintahkan agar kita lebih banyak diam. Atau
kalaupun harus berbicara maka dengan pembicaraan yang baik. Allah
berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.” (Al-Ahzab: 70)
Rasulullah bersabda:
“Barang
siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata
yang baik atau diam.” (HR. Al-Imam Al-Bukhari hadits no. 6089 dan
Al-Imam Muslim hadits no. 46 dari Abu Hurairah)
Lisan (lidah)
memang tak bertulang, sekali engkau gerakkan sulit untuk kembali pada
posisi semula. Demikian berbahayanya lisan, hingga Allah dan Rasul-Nya
mengingatkan kita agar berhati-hati dalam menggunakannya.
Dua
orang yang berteman penuh keakraban bisa dipisahkan dengan lisan.
Seorang bapak dan anak yang saling menyayangi dan menghormati pun bisa
dipisahkan karena lisan. Suami istri yang saling mencintai dan saling
menyayangi bisa dipisahkan dengan cepat karena lisan. Bahkan darah
seorang muslim dan mukmin yang suci serta bertauhid dapat tertumpah
karena lisan. Sungguh betapa besar bahaya lisan.
Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya
seorang hamba berbicara dengan satu kalimat yang dibenci oleh Allah
yang dia tidak merenungi (akibatnya), maka dia terjatuh dalam neraka
Jahannam.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6092)
Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya
seorang hamba apabila berbicara dengan satu kalimat yang tidak benar
(baik atau buruk), hal itu menggelincirkan dia ke dalam neraka yang
lebih jauh antara timur dan barat.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6091 dan
Muslim no. 6988 dari Abu Hurairah )
Al-Imam An-Nawawi mengatakan:
“Hadits
ini (yakni hadits Abu Hurairah yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan
Muslim) teramat jelas menerangkan bahwa sepantasnya bagi seseorang untuk
tidak berbicara kecuali dengan pembicaraaan yang baik, yaitu
pembicaraan yang sudah jelas maslahatnya dan kapan saja dia ragu
terhadap maslahatnya, janganlah dia berbicara.” (Al-Adzkar hal. 280,
Riyadhus Shalihin no. 1011)
Al-Imam Asy-Syafi’i ?mengatakan:
“Apabila
dia ingin berbicara hendaklah berpikir dulu. Bila jelas maslahatnya
maka berbicaralah, dan jika dia ragu maka janganlah dia berbicara hingga
nampak maslahatnya.” (Al-Adzkar hal. 284)
Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Al-Imam An-Nawawi mengatakan:
“Ketahuilah,
setiap orang yang telah mendapatkan beban syariat, seharusnya menjaga
lisannya dari semua pembicaraan, kecuali pembicaraan yang sudah jelas
maslahatnya. Bila keadaan berbicara dan diam sama maslahatnya, maka
sunnahnya adalah menahan lisan untuk tidak berbicara. Karena pembicaraan
yang mubah bisa menarik kepada pembicaraan yang haram atau dibenci, dan
hal seperti ini banyak terjadi. Keselamatan itu tidak bisa dibandingkan
dengan apapun.”
Keutamaan Menjaga Lisan
Memang lisan
tidak bertulang. Apabila keliru menggerakkannya akan mencampakkan kita
dalam murka Allah yang berakhir dengan neraka-Nya. Lisan akan memberikan
ta’bir (mengungkapkan) tentang baik-buruk pemiliknya. Inilah ucapan
beberapa ulama tentang bahaya lisan:
1. Anas bin Malik: “Segala
sesuatu akan bermanfaat dengan kadar lebihnya, kecuali perkataan.
Sesungguhnya berlebihnya perkataan akan membahayakan.”
2. Abu
Ad-Darda’: “Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari
dua orang yaitu orang yang diam namun berpikir atau orang yang berbicara
dengan ilmu.”
3. Al-Fudhail: “Dua perkara yang akan bisa mengeraskan hati seseorang adalah banyak berbicara dan banyak makan.”
4.
Sufyan Ats-Tsauri: “Awal ibadah adalah diam, kemudian menuntut ilmu,
kemudian mengamalkannya, kemudian menghafalnya lantas menyebarkannya.”
5.
Al-Ahnaf bin Qais: “Diam akan menjaga seseorang dari kesalahan lafadz
(ucapan), memelihara dari penyelewangan dalam pembicaraan, dan
menyelamatkan dari pembicaraan yang tidak berguna, serta memberikan
kewibawaan terhadap dirinya.”
6. Abu Hatim: “Lisan orang yang
berakal berada di belakang hatinya. Bila dia ingin berbicara, dia
mengembalikan ke hatinya terlebih dulu, jika terdapat (maslahat) baginya
maka dia akan berbicara. Dan bila tidak ada (maslahat) dia tidak
(berbicara). Adapun orang yang jahil (bodoh), hatinya berada di ujung
lisannya sehingga apa saja yang menyentuh lisannya dia akan (cepat)
berbicara. Seseorang tidak (dianggap) mengetahui agamanya hingga dia
mengetahui lisannya.”
7. Yahya bin ‘Uqbah: “Aku mendengar Ibnu
Mas’ud berkata: ‘Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang benar
selain-Nya, tidak ada sesuatu yang lebih pantas untuk lama dipenjarakan
dari pada lisan.”
8. Mu’arrifh Al-‘Ijli: “Ada satu hal yang aku
terus mencarinya semenjak 10 tahun dan aku tidak berhenti untuk
mencarinya.” Seseorang bertanya kepadanya: “Apakah itu wahai Abu
Al-Mu’tamir?” Mua’arrif menjawab: “Diam dari segala hal yang tidak
berfaidah bagiku.”
(Lihat Raudhatul ‘Uqala wa Nuzhatul Fudhala karya Abu Hatim Muhamad bin Hibban Al-Busti, hal. 37-42)
Buah Menjaga Lisan
Menjaga lisan jelas akan memberikan banyak manfaat. Di antaranya:
1. Akan mendapat keutamaan dalam melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa
beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik
atau diam.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6090 dan Muslim no. 48)
2. Akan menjadi orang yang memiliki kedudukan dalam agamanya.
Dalam
hadits Abu Musa Al-Asy’ari, Rasulullah ketika ditanya tentang orang
yang paling utama dari orang-orang Islam, beliau menjawab:
“(Orang
Islam yang paling utama adalah) orang yang orang lain selamat dari
kejahatan tangan dan lisannya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 11 dan
Muslim no. 42)
Asy-Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali mengatakan:
“Hadits ini menjelaskan larangan mengganggu orang Islam baik dengan
perkataan ataupun perbuatan.” (Bahjatun Nazhirin, 3/8)
3. Mendapat jaminan dari Rasulullah untuk masuk ke surga.
Rasulullah bersabda dalam hadits dari Sahl bin Sa’d:
“Barangsiapa
yang menjamin untukku apa yang berada di antara dua rahangnya dan apa
yang ada di antara dua kakinya (kemaluan) maka aku akan menjamin baginya
al-jannah (surga).” (HR. Al-Bukhari no. 6088)
Dalam riwayat Al-Imam At-Tirmidzi no. 2411 dan Ibnu Hibban no. 2546, dari shahabat Abu Hurairah , Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa
yang dijaga oleh Allah dari kejahatan apa yang ada di antara dua
rahangnya dan kejahatan apa yang ada di antara dua kakinya (kemaluan)
maka dia akan masuk surga.”
4. Allah akan mengangkat derajat-Nya dan memberikan ridha-Nya kepadanya.
Rasulullah bersabda dalam hadits dari Abu Hurairah:
“Sesungguhnya
seorang hamba berbicara dengan satu kalimat dari apa yang diridhai
Allah yang dia tidak menganggapnya (bernilai) ternyata Allah mengangkat
derajatnya karenanya.” (HR. Al-Bukhari no. 6092)
Dalam riwayat
Al-Imam Malik, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad dan dishahihkan oleh
Asy-Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali dalam Bahjatun Nazhirin (3/11), dari
shahabat Bilal bin Al-Harits Al-Muzani bahwa Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya
seseorang berbicara dengan satu kalimat yang diridhai oleh Allah dan
dia tidak menyangka akan sampai kepada apa (yang ditentukan oleh Allah),
lalu Allah mencatat keridhaan baginya pada hari dia berjumpa dengan
Allah.”
Demikianlah beberapa keutamaan menjaga lisan. Semoga kita
diberi kemampuan oleh Allah untuk melaksanakan perintah-Nya dan
perintah Rasul-Nya dan diberi kemampuan untuk mengejar keutamaan
tersebut.
Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment