Thursday, December 22, 2016
5 Prinsip Hidup yang Bisa Membuat Anda Selalu Tenang dalam Menjalani Kehidupan
Seorang anak bertanya kepada neneknya yang sedang menulis sebuah surat.
"Nenek lagi menulis tentang pengalaman kita ya? atau tentang aku?"
Mendengar pertanyaan si cucu, sang nenek berhenti menulis dan berkata kepada cucunya,
"Sebenarnya nenek sedang menulis tentang kamu, tapi ada yang lebih penting dari isi tulisan ini yaitu pensil yang nenek pakai".
"Nenek harap kamu bakal seperti pensil ini ketika kamu besar nanti" ujar si nenek lagi.
Mendengar jawab ini, si cucu kemudian melihat pensilnya dan bertanya kembali kepada si nenek ketika dia melihat tidak ada yang istimewa dari pensil yang nenek pakai.
"Tapi nek, sepertinya pensil itu sama saja dengan pensil yang lainnya." Ujar si cucu
Si nenek kemudian menjawab, "Itu semua tergantung bagaimana kamu melihat pensil ini."
"Pensil ini mempunyai 5 kualitas yang bisa membuatmu selalu tenang dalam menjalani hidup, kalau kamu selalu memegang prinsip-prinsip itu di dalam hidup ini."
Si nenek kemudian menjelaskan 5 kualitas dari sebuah pensil.
Kualitas pertama, pensil mengingatkan kamu kalo kamu bisa berbuat hal yang hebat dalam hidup ini. Layaknya sebuah pensil ketika menulis, kamu jangan pernah lupa kalau ada tangan yang selalu membimbing langkah kamu dalam hidup ini. Kita menyebutnya tangan Tuhan, Dia akan selalu membimbing kita menurut kehendakNya.
Kualitas kedua, dalam proses menulis, nenek kadang beberapa kali harus berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil nenek. Rautan ini pasti akan membuat si pensil menderita. Tapi setelah proses meraut selesai, si pensil akan mendapatkan ketajamannya kembali. Begitu juga dengan kamu, dalam hidup ini kamu harus berani menerima penderitaan dan kesusahan, karena merekalah yang akan membuatmu menjadi orang yang lebih baik.
Kualitas ketiga, pensil selalu memberikan kita kesempatan untuk mempergunakan penghapus, untuk memperbaiki kata-kata yang salah. Oleh karena itu memperbaiki kesalahan kita dalam hidup ini, bukanlah hal yang jelek. Itu bisa membantu kita untuk tetap berada pada jalan yang benar.
Kualitas keempat, bagian yang paling penting dari sebuah pensil bukanlah bagian luarnya, melainkan arang yang ada di dalam sebuah pensil. Oleh sebab itu, selalulah hati-hati dan menyadari hal-hal di dalam dirimu.
Kualitas kelima, adalah sebuah pensil selalu meninggalkan tanda atau goresan. Seperti juga kamu, kamu harus sadar kalau apapun yang kamu perbuat dalam hidup ini akan meninggalkan kesan. Oleh karena itu selalulah hati-hati dan sadar terhadap semua tindakan.
RENUNGAN AKHIR TAHUN
Waktu adalah sesuatu yang tak terbendung, ia akan terus bergerak sekalipun kita telah lelah untuk beranjak dari tempat kita berdiri, ia akan terus melangkah ke depan sekalipun kita telah kehilangan semangat dalam mengarungi kehidupan ini.
Tapi inilah realitas dari kehidupan, ketika kita merasa telah berjuang begitu keras, ternyata masih banyak kerikil tajam yang masih mengganjal di setiap langkah kita, ketika kita telah berupaya, masih ada kegagalan yang menghampiri kita, masih ada tangis yang mengiringi jalan kita, masih banyak hal yang tidak sesuai dengan harapan kita, apalagi ketika kita memasuki tahun-tahun penuh tantangan seperti ini.
Di keluarga, ketika kita didudukan sebagai anak, kita merasa kurang mendapat perhatian dari orang tua, dan sebaliknya sebagai orang tua, kita merasa anak zaman sekarang sangat sulit dididik, walaupun kita telah berupaya melakukan yang terbaik untuknya, lalu ketika usia kita beranjak senja, sebagai kakek dan nenek, kita merasa ditinggalkan dan terabaikan, kita kesepian.
Di pekerjaan, ketika kita didudukan sebagai karyawan, kita merasa tenaga kita telah diperas habis oleh perusahaan dan sebaliknya sebagai pemilik perusahaan, kita merasa karyawan kita kurang berdedikasi dan tidak bertanggungjawab, dan hanya pintar menuntut. Dan ketika hal itu terjadi pada diri kita, ketika kita dibenturkan dengan masalah-masalah tersebut, kita merasa sebagai makhluk yang paling malang, sebagai insan yang paling menderita di dunia. Kita pun segera bertanya-tanya, mengapa alam begitu tidak adil, mengapa kita harus terlahir menanggung derita-derita yang berkepanjangan ini?
Ketika rentetan peristiwa datang bertubi-tubi dan pertanyaan itu tak terjawabkan, kita dilanda rasa frustasi yang teramat sangat, kita merasa begitu lelah, kita merasa terabaikan, tubuh kita seakan mati rasa, denyut nadi kita berhenti sesaat, kita segera terjebak dalam ruang gelap yang tidak pernah kita tahu kapan berakhirnya. Lalu, sebelum semuanya semakin kelam, mari kita buka mata dan hati kita, mari kita manfaatkan waktu ini untuk merenung, menelaah dan mencari pencerahan dari cerita kecil ini, sang tukang kayu dalam kisah ini mungkin akan membangunkan hati kita.
***********
Dikisahkan, seorang tukang kayu yang telah kelelahan berkarya ingin segera menjalani kehidupan pensiunnya, sejak awal dia adalah tukang kayu yang berbakat, tukang kayu yang berdedikasi tinggi atas pekerjaannya, tukang kayu yang bertanggung jawab penuh. Ketika ia menyampaikan keinginannya kepada Sang Tuan, ia malah diberi tugas terakhir sebelum pensiun, sang Tuan ingin ia membuat sebuah rumah megah untuknya.
Tukang kayu yang berbakat itu tiba-tiba berubah, ia menjadi tukang kayu yang sembrono, tukang kayu yang asal-asalan. Pukulan palu yang harusnya ia ayunkan tiga kali, hanya ia ayunkan satu kali, itu pun ia lakukan dengan tidak sepenuh hati. Dengan terpaksa ia menyelesaikan tugas terakhirnya, ia merasa Sang Tuan tidak lagi berpihak padanya, ia sungguh kecewa. Dan kekecewaannya ia lampiaskan pada pekerjaanya.
Sebuah "Rumah Mewah" yang jauh dari arti "Mewah" akhirnya selesai tepat waktu. Ketika hari pensiun tiba, sang tukang kayu akhirnya mendapat sebuah amplop yang berisi sejumlah uang pensiun dan sebuah “KUNCI” rumah. Ketika ia menerimanya segera ia tersadar, ternyata kunci yang digenggamnya adalah kunci dari "Rumah Mewah" yang baru selesai dibangunnya. "Hadiah special ini dipersembahkan padamu, karena kerjamu yang luar biasa dan berdedikasi selama bekerja di sini." Kata Sang Tuan. Lalu, sang tukang kayu hanya mampu melihat kunci rumah itu dengan "PENYESALAN".
**********
Bukankah kita seperti tukang kayu ini, kita kadang-kadang lupa bahwa kita adalah pembuat rumah untuk diri kita sendiri. Ketika kita membangun rumah masa depan kita dengan sembrono, kita akan mendapatkan rumah yang mungkin kita tidak sukai, tapi itulah rumah yang harus kita tempati, rumah yang kita bangun dengan ayunan tangan kita. Kita boleh merasa kecewa ketika kita mendapati kenyataan bahwa rumah kita tidak seindah yang kita impikan, bahkan reot.
Kita boleh merasa kecewa ketika kita harus melalui kehidupan yang tidak menyenangkan, tapi inilah realitas hidup, sedih yang berkepanjangan tidak akan mengubah rumah yang telah kita bangun dengan tangan kita sendiri, oleh karma yang telah kita tanamkan.
Lalu, mari kita kembali pada kehidupan kita yang keras, yang penuh tantangan, ketika segalanya berubah menjadi kacau dan tidak terkendali, ketika kita begitu frustasi. Saat ini, kita masih diberi waktu untuk mengubah rumah masa depan kita, kita masih diberi waktu untuk memperindah setiap sudut ruangan hati kita. Mari kita kembali renungkan apa yang telah kita perbuat selama ini, bagaimana kita membangun rumah kita, seberapa baik kita telah membangun masa depan kita? Disadari atau tidak, kita dapat membangun rumah kecil kita melalui hal-hal sederhana, kita dapat membangunnya melalui pelukan kita pada Ibu, melalui secangkir kopi yang kita sajikan pada Ayah, melalui kecupan selamat pagi untuk pasangan kita, atau melalui aluran tangan kita untuk menuntun bocah-bocah kecil kita.
Beban berat yang kita pikul akan menjadi lebih ringan, karena tangan-tangan kasih dari ayah bunda, saudara, kerabat dan teman akan membantu kita melaluinya. Dan kita pun akan menjadi kokoh. Melalui kesempatan ini, ketika kita masih ada waktu, selama kita masih diberi kesempatan untuk berbagi kasih sayang, mari kita lakukan hal-hal sederhana itu sekali lagi. Mari peluk Ibu yang di samping kita dan nyatakanlah cinta kita, mari kita kecup kening bocah kecil kita, mari kita genggam tangan pasangan kita dengan mesra, mari kita berjabat tangan dengan teman kita dan katakan betapa kita menghargai persahabatan itu dan mari kita maafkan mereka yang pernah menyakiti kita.
Semoga hari ini, lebih baik dari hari kemarin
Tapi inilah realitas dari kehidupan, ketika kita merasa telah berjuang begitu keras, ternyata masih banyak kerikil tajam yang masih mengganjal di setiap langkah kita, ketika kita telah berupaya, masih ada kegagalan yang menghampiri kita, masih ada tangis yang mengiringi jalan kita, masih banyak hal yang tidak sesuai dengan harapan kita, apalagi ketika kita memasuki tahun-tahun penuh tantangan seperti ini.
Di keluarga, ketika kita didudukan sebagai anak, kita merasa kurang mendapat perhatian dari orang tua, dan sebaliknya sebagai orang tua, kita merasa anak zaman sekarang sangat sulit dididik, walaupun kita telah berupaya melakukan yang terbaik untuknya, lalu ketika usia kita beranjak senja, sebagai kakek dan nenek, kita merasa ditinggalkan dan terabaikan, kita kesepian.
Di pekerjaan, ketika kita didudukan sebagai karyawan, kita merasa tenaga kita telah diperas habis oleh perusahaan dan sebaliknya sebagai pemilik perusahaan, kita merasa karyawan kita kurang berdedikasi dan tidak bertanggungjawab, dan hanya pintar menuntut. Dan ketika hal itu terjadi pada diri kita, ketika kita dibenturkan dengan masalah-masalah tersebut, kita merasa sebagai makhluk yang paling malang, sebagai insan yang paling menderita di dunia. Kita pun segera bertanya-tanya, mengapa alam begitu tidak adil, mengapa kita harus terlahir menanggung derita-derita yang berkepanjangan ini?
Ketika rentetan peristiwa datang bertubi-tubi dan pertanyaan itu tak terjawabkan, kita dilanda rasa frustasi yang teramat sangat, kita merasa begitu lelah, kita merasa terabaikan, tubuh kita seakan mati rasa, denyut nadi kita berhenti sesaat, kita segera terjebak dalam ruang gelap yang tidak pernah kita tahu kapan berakhirnya. Lalu, sebelum semuanya semakin kelam, mari kita buka mata dan hati kita, mari kita manfaatkan waktu ini untuk merenung, menelaah dan mencari pencerahan dari cerita kecil ini, sang tukang kayu dalam kisah ini mungkin akan membangunkan hati kita.
***********
Dikisahkan, seorang tukang kayu yang telah kelelahan berkarya ingin segera menjalani kehidupan pensiunnya, sejak awal dia adalah tukang kayu yang berbakat, tukang kayu yang berdedikasi tinggi atas pekerjaannya, tukang kayu yang bertanggung jawab penuh. Ketika ia menyampaikan keinginannya kepada Sang Tuan, ia malah diberi tugas terakhir sebelum pensiun, sang Tuan ingin ia membuat sebuah rumah megah untuknya.
Tukang kayu yang berbakat itu tiba-tiba berubah, ia menjadi tukang kayu yang sembrono, tukang kayu yang asal-asalan. Pukulan palu yang harusnya ia ayunkan tiga kali, hanya ia ayunkan satu kali, itu pun ia lakukan dengan tidak sepenuh hati. Dengan terpaksa ia menyelesaikan tugas terakhirnya, ia merasa Sang Tuan tidak lagi berpihak padanya, ia sungguh kecewa. Dan kekecewaannya ia lampiaskan pada pekerjaanya.
Sebuah "Rumah Mewah" yang jauh dari arti "Mewah" akhirnya selesai tepat waktu. Ketika hari pensiun tiba, sang tukang kayu akhirnya mendapat sebuah amplop yang berisi sejumlah uang pensiun dan sebuah “KUNCI” rumah. Ketika ia menerimanya segera ia tersadar, ternyata kunci yang digenggamnya adalah kunci dari "Rumah Mewah" yang baru selesai dibangunnya. "Hadiah special ini dipersembahkan padamu, karena kerjamu yang luar biasa dan berdedikasi selama bekerja di sini." Kata Sang Tuan. Lalu, sang tukang kayu hanya mampu melihat kunci rumah itu dengan "PENYESALAN".
**********
Bukankah kita seperti tukang kayu ini, kita kadang-kadang lupa bahwa kita adalah pembuat rumah untuk diri kita sendiri. Ketika kita membangun rumah masa depan kita dengan sembrono, kita akan mendapatkan rumah yang mungkin kita tidak sukai, tapi itulah rumah yang harus kita tempati, rumah yang kita bangun dengan ayunan tangan kita. Kita boleh merasa kecewa ketika kita mendapati kenyataan bahwa rumah kita tidak seindah yang kita impikan, bahkan reot.
Kita boleh merasa kecewa ketika kita harus melalui kehidupan yang tidak menyenangkan, tapi inilah realitas hidup, sedih yang berkepanjangan tidak akan mengubah rumah yang telah kita bangun dengan tangan kita sendiri, oleh karma yang telah kita tanamkan.
Lalu, mari kita kembali pada kehidupan kita yang keras, yang penuh tantangan, ketika segalanya berubah menjadi kacau dan tidak terkendali, ketika kita begitu frustasi. Saat ini, kita masih diberi waktu untuk mengubah rumah masa depan kita, kita masih diberi waktu untuk memperindah setiap sudut ruangan hati kita. Mari kita kembali renungkan apa yang telah kita perbuat selama ini, bagaimana kita membangun rumah kita, seberapa baik kita telah membangun masa depan kita? Disadari atau tidak, kita dapat membangun rumah kecil kita melalui hal-hal sederhana, kita dapat membangunnya melalui pelukan kita pada Ibu, melalui secangkir kopi yang kita sajikan pada Ayah, melalui kecupan selamat pagi untuk pasangan kita, atau melalui aluran tangan kita untuk menuntun bocah-bocah kecil kita.
Beban berat yang kita pikul akan menjadi lebih ringan, karena tangan-tangan kasih dari ayah bunda, saudara, kerabat dan teman akan membantu kita melaluinya. Dan kita pun akan menjadi kokoh. Melalui kesempatan ini, ketika kita masih ada waktu, selama kita masih diberi kesempatan untuk berbagi kasih sayang, mari kita lakukan hal-hal sederhana itu sekali lagi. Mari peluk Ibu yang di samping kita dan nyatakanlah cinta kita, mari kita kecup kening bocah kecil kita, mari kita genggam tangan pasangan kita dengan mesra, mari kita berjabat tangan dengan teman kita dan katakan betapa kita menghargai persahabatan itu dan mari kita maafkan mereka yang pernah menyakiti kita.
Semoga hari ini, lebih baik dari hari kemarin
KONDISI UMAT MUSLIM AKHIR ZAMAN MENURUT RASULULLAH SAW
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga? Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS: Al-Baqarah: 214)
Bencana alam, kelaparan, wabah penyakit, dan perang mewarnai sejarah hidup manusia. Inilah sesungguhnya tanda-tanda dari akhir zaman. Perang antar manusia tidak pernah padam karena keserakahan manusia dalam menjarah sumber daya alam. Perang makin membara karena kesombongan manusia untuk menjadi penguasa dunia. Namun perang pun tak bisa dielakan jika tujuannya untuk membela kebenaran dan menghancurkan kebatilan.
Ingatlah perang yang dipimpin Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk menaklukan kaum kafir Quraisy. Begitu juga perang yang digelorakan pahlawan kita untuk mengusir para penjajah. Dan pada suatu saat pada akhir zaman umat Islam akan kembali menghadapi peperangan besar untuk memerangi Dajjal, Ya’juj dan Ma’juj. Seperti yang sudah diisyaratkan dalam Al-Qur’an dan sabda Rasul. Perjuangan Palestina melawan zionis Israel, perjuangan para mujahidin seperti di Suriah, Yaman dan Mesir merupakan bagian dari skenario Allah menjelang peperangan besar di akhir zaman. Inilah cobaan berat untuk menguji keimanan mereka sekalian mempersiapkan generasi yang tangguh untuk pasukan Al-Mahdi. Lalu dimanakah posisi kita? Seberapa tangguhkah kita menghadapi berbagai cobaan hidup? Dan apakah kita diam melihat umat Islam di negara lain ditindas oleh penguasa dzolim? Padahal Rasulullah pernah bersabda:
“Barangsiapa yang tidak peduli dengan urusan kaum muslimin maka bukanlah golongan kaum muslimin.” (HR. Muslim)
Dalam hadits lain Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengingatkan:
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal kasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota badan merintih kesakitan maka sekujur badan akan merasakan panas dan demam.” (HR. Muslim)
Setiap kita akan dimintai pertanggung jawaban dalam hidupnya, dan untuk meminta kembali atas apa yang dia lakukan.
Umat Islam Dengan Penyakit Wahn
Umat Islam telah mengahadapi ujian yang amat besar, setelah hancurnya kekhalifahan turki usmani tak ada lagi satupun kepemimpinan yang menyatukan barisan. Umat Islam tercerai berai bagaikan saling bermusuhan. Allah Ta’la telah mengingatkan dalam firman-Nya:
“Dan janganlah kalian berselisih yang menyebabkan kalian menjadi gentar dan hilang akan kekuatan kalian.” (QS: Al-Anfal: 46)
Jika kita boleh jujur, kondisi kita saat ini sama dengan yang digambarkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam sabdanya:
“Kalian kaum muslimin akan diperebutkan oleh umat-umat lain seperti orang-orang yang memperebutkan makanan (hidangan) yang ada di hadapannya.” Kami (para sahabat) bertanya, “Apakah dikarenakan jumlah kita sedkit pada saat itu, wahai Rasulullah? Nabi menjawab: “Tidak, bahkan jumlah kalian banyak. Namun kalian seperti buih di air bah, sungguh Allah akan mencabut rasa takut dari hati musuh-musuh kalian, dan sungguh Allah akan memasukan penyakit Wahn didalam hatimu. Kami bertanya, “Apakah penyakit Wahn itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Kondisi umat Islam ini sudah tergambar dalam hadits ini. Jumlah penduduk umat Islam termasuk yang paling besar dan akan menggeser agama kristen. Namun jumlah ini tidak akan menggeser umat Islam. Jika kita cermati tidak ada negeri muslim yang bebas dari intervensi dan konspirasi global dari musuh-musuh Islam. Sementara umat Islam sendiri sedang digerogoti penyakit akut yaitu Wahn (cinta dunia dan takut mati). Bagi orang yang mencintai dunia berlebihan dunia yang sementara ini seolah-olah akan abadi. Padahal mereka sesungguhnya akan mati, dan tertipu oleh gemeralap dunia. Dan Allah ta’ala berfirman yang artinya:
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS: Al-Ankabut: 64)
Wahn secara bahasa artinya lemah. Umat Islam yang terjangkiti penyakit Wahn pasti akan lemah. Saat hati kita sudah diliputi Wahn tidak akan mampu menyeru seruan jihad fi sabilillah baik berjihad dengan menginfaqan harta di jalan Allah apalagi menginfaqan jiwa di jalan Allah.
Generasi Terbaik
Cinta dunia dan takut mati adalah penyakit yang menghancurkan semangat jihad padahal dahulu inilah ruh yang dimiliki sahabat Nabi sehingga mereka disebut sebagai generasi terbaik.
“Sebaik-baik umat manusia adalah generasiku (yaitu masa sahabat) kemudian orang-orang yang mengikuti mereka (yaitu tabi’in) dan kemudian orang-orang yang mengikuti mereka lagi (yaitu tabi’ut tabi’in).” (Muttafaq ‘alaih)
Keutamaan para sahabat Nabi tidak diragukan lagi mereka berjihad dengan harta dan jiwanya. Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Barang siapa yang hendak mengambil teladan maka teladanilah orang-orang yang telah meninggal.”
Mereka itu adalah sahabat-sahabat Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka adalah umat-umat yang paling baik hatinya dari kalangan umat ini. Ilmu mereka paling dalam dan paling tidak suka membeban-bebani diri. Mereka adalah kaum yang telah dipilih Allah guna menemani Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan untuk menyampaikan ajaran agamanya. Oleh karena itu tirulah akhlaq mereka dan tempuhlah jalan-jalan mereka karena sesungguhnya mereka itu berada di jalan yang lurus. Allah Ta’ala telah menjelaskan dalam firman-Nya:
“Sungguh Allah telah ridha kepada orang-orang yang beriman (para sahabat Nabi) ketika mereka berjanji setia kepadamu dibawah pohon (baitu Ridwan). Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada mereka dan membalas mereka dengan ketenagan kepada mereka dan membalas mereka dengan kemenangan yang dekat.” (QS: Al-Fath: 18)
Dalam hadits shahih Rasulullah telah mengingatkan kita,
“Janganlah kalian mencela seorang pun diantara para sahabatku. Karena sesungguhnya apabila seandainya ada salah satu dianatara kalian yang berinfak emas sebesar gunung Uhud maka itu tidak bisa menyaingi infaq salah seorang diantara mereka; yang hanya sebesar genggaman tangan atau bahkan setengahnya saja.” (Muttafaq ‘alaih)
Karena itu bagi yang mengakui mencintai Nabi, maka mereka juga pasti mencintai sahabatnya dan tidak akan mungkin mencela mereka sedikitpun. [Syahida.com]
Sumber: Khazanah Trans 7
Subscribe to:
Posts (Atom)